me. my self. I.

Silence is the true friend that never betrays

Senin, 23 Mei 2011

Pembahasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

A. Latar Belakang
Latar belakang terciptanya UU ITE :
- Perkembangan globalisasi informasi yang begitu pesat mengharuskan Indonesia untuk membentuk peraturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional agar pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa
- perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru
- Teknologi Informasi sangat bermanfaat dan berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
- Pengembangan Teknologi Informasi perlu didukung oleh pemerintah melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia

B. Pengertian
Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

C. Asas-asas
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas-asas :
- kepastian hukum,
- manfaat,
- kehati-hatian,
- iktikad baik, dan
- kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.

D. Tujuan
Tujuan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diantaranya :
- mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
- mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
- meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
- membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
- memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.


E. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Sah
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, kecuali:
- surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
- surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim. Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
- data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
- segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
- segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
- terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
- terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya. Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sekurang-kurangnya meliputi:
- sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
- Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
- Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:
a) Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau
b) keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan
c) dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.

F. Perbuatan yang Dilarang dan Ancaman Hukuman
Mengenai perbuatan yang dilarang dan ancaman hukumannya:
Pasal 27
1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.
Pasal 28
1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
2) setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 30
1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 31
1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 32
1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 34
1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

G. Penyelesaian Sengketa
Mengenai Penyelesaian Sengketa:
- Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
- Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
- Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
- Selain penyelesaian gugatan perdata, dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

MEMBOBOL RAHASIA BANK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara. Bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia. Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter dari negara yang bersangkutan, bank tersebut menjadi "milik" masyarakat. Oleh karena itu eksistensinya bukan saja hanya harus dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri dan pengurusnya, tetapi juga oleh masyarakat nasional dan global. Kepentingan masyarakat untuk menjaga eksistensi suatu bank menjadi sangat penting, lebih-lebih bila diingat bahwa ambruknya suatu bank akan mempunyai akibat rantai atau domino effect, yaitu menular kepada bank-bank yang lain, yang pada gilirannya tidak mustahil dapat sangat mengganggu fungsi sistem keuangan dan sistem pembayaran dari negara yang bersangkutan. Hal ini adalah seperti yang pernah terjadi di tahun 1929-1933 ketika kurang lebih 9000 bank di Amerika Serikat, atau kurang lebih setengah dari jumlah bank yang ada pada waktu itu gulung tikar.
Bank adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana simpanan mereka pada bank. Oleh karena itu bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan dananya, terpelihara dengan baik dalam tingkat yang tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran, yang masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari sistem-sistem tersebut, sedangkan kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, maka terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak.
Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank. Faktor-faktor tersebut adalah:
- Integritas pengurus
- Pengetahuan dan Kemampuan pengurus baik berupa pengetahuan kemampuan manajerial maupun pengetahuan dan kemampuan teknis perbankan
- Kesehatan bank yang bersangkutan
- Kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.
Sebagaimana dikemukakan di atas, salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Maksudnya adalah menyangkut "dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya pada bank tersebut untuk tidak mengungkapkan simpanan nasabah identitas nasabah tersebut kepada pihak lain".
Rahasia bank akan dapat lebih dipegang teguh oleh bank apabila ditetapkan bukan sekedar hanya sebagai kewajiban kontraktual di antara bank dan nasabah, tetapi ditetapkan sebagai kewajiban pidana. Bila hanya ditetapkan sebagai kewajiban kontraktual belaka, maka kewajiban bank itu menjadi kurang kokoh karena kewajiban kontraktual secara mudah dapat disimpangi.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perbankan. Selain itu juga untuk memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai rahasia bank dan seluk-beluknya.

C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan dasar hukum rahasia bank?
2. Bagaimana sejarah perkembangan rahasia bank?
3. Teori apa yang menjadi dasar pelaksanaan rahasia bank?
4. Apa saja ruang lingkup rahasia bank?
5. Apa saja pengecualian pelaksanaan rahasia bank?
6. Siapa saja pihak-pihk yang terlibat dalam rahasia bank?
7. Sanksi apa yang diberikan terhadap pelanggaran rahasia bank?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum
Dasar hukum dari ketentuan rahasia bank di Indonesia mula-mula ialah Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tetapi kemudian telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.
Pengertian rahasia bank oleh Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 diberikan oleh Pasal 1 angka 16 yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.
Pengertian ini telah diubah dengan pengertian yang baru oleh Undang-Undang
No. 10 Tahun 1998. Oleh Undang-Undang itu rumusan yang baru diberikan dalam Pasal 1 angka 28 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah.
Ketentuan mengenai rahasia bank terdapat dalam:
- Ketentuan Rahasia Bank dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan diatur dlm Pasal 40 s.d Pasal 45.
- Menurut UU No. 10 tahun 1998, ketentuan rahasia bank mengalami perubahan dan penambahan. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya kecuali dlm hal sebagaimana dimaksud dlm Pasal 41, 41A,42, 43, 44 dan 44A.
- Peraturan Bank Indonesia Nomor: 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

B. Sejarah
Konsep rahasia bank bermula timbul dari tujuan untuk melindungi nasabah bank yang bersangkutan. Hal ini nyata terlihat ketika Court of Appeal Inggris secara bulat memutuskan pendiriannya dalam kasus Tournier v. National Provincial and Union Bank of England tahun 1924, suatu putusan pengadilan yang kemudian menjadi leading case law yang menyangkut ketentuan rahasia bank di Inggris dan kemudian diacu oleh pengadilan- pengadilan negara-negara lain yang menganut common law system. Bahkan 60 tahun sebelum putusan Tournier tersebut, yaitu dalam perkara Foster v. The Bank of London tahun 1862, juri telah berpendapat bahwa terdapat kewajiban bagi bank untuk tidak boleh mengungkapkan keadaan keuangan nasabah bank yang bersangkutan kepada pihak lain. Namun pada waktu itu pendirian tersebut belum memperoleh afirmasi dari putusan-putusan pengadilan berikutnya.
Timbulnya pemikiran untuk perlunya merahasiakan keadaan keuangan nasabah bank sehingga melahirkan ketentuan hukum mengenai kewajiban rahasia bank, adalah semula bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah secara individual. Ketentuan rahasia bank di Swiss, yaitu suatu negara yang dikenal mempunyai ketentuan rahasia bank yang dahulunya paling ketat di dunia, adalah juga semula bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah bank secara individual. Pada waktu itu ketentuan rahasia bank bersifat mutlak; artinya tidak dapat dikecualikan karena alasan apapun juga.
Ketentuan rahasia bank di Swiss lahir mula-mula sehubungan dengan kedudukan Swiss sebagai negara yang netral secara tradisional. Alasan pertama, dalam abad ke-17, ribuan kaum Huguenots dari Perancis melarikan diri ke Swiss oleh karena mereka dikejar-kejar atau dilakukan penyiksaan-penyiksaan terhadap mereka sehubungan dengan agama yang mereka anut. Diantara mereka itu kemudian ada yang menjadi bankir, dan menginginkan agar supaya kerahasiaan dari nasabah-nasabah mereka untuk urusan-urusan keuangannya di negara asalnya dirahasiakan. Alasan kedua adalah sehubungan dengan dikejar-kejarnya orang-orang Yahudi di waktu regime Nazi berkuasa di Jerman di tahun 1930-an dan 1940-an.



C. Teori Kerahasiaan Bank
Bank sebagai lembaga keuangan yang dipercaya oleh masyarakat dihadapkan pada 2 kewajiban yang saling bertentangan dan sering kali tidak dapat dirundingkan. Di satu pihak bank wajib untuk tetap merahasiakan keadaan dan catatan keuangan nasabahnya yang disebut dengan teori rahasia mutlak (absolut theory). Kewajiban ini timbul erat kaitannya dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat atau para nasabahnya kepada bank selaku lembaga pengelola keuangan atau sumber dana masyarakat. Kewajiban menjaga rahasia ini timbul atas dasar kepercayaan.
Di sisi lain bank juga wajib mengungkapkan keadaan dan catatan keuangan nasabahnya dalam keadaan-keadaan tertentu yang disebut teori rahasia nisbi/ relatif (relative theory), dimana bank diperbolehkan membuka rahasia nasabahnya bila untuk kepentingan mendesak dan pengecualian sesuai undang-undang.

D. Ruang Lingkup
Ketentuan rahasia bank menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 berlaku bukan saja menyangkut keadaan keuangan dari nasabah penyimpan dana (pasiva bank), tetapi berlaku pula bagi kredit yang diperoleh oleh nasabah debitur dari bank tersebut (aktiva bank). Rahasia bank juga berlaku bagi nasabah debitur atau kredit bank (aktiva) maupun nasabah yang menggunakan jasa bank lain, seperti misalnya kiriman uang, pembukaan L/C, jaminan bank, dan lain-lain.
Pasal 40 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, secara eksplisit disebutkan bahwa lingkup rahasia bank adalah menyangkut bukan saja simpanan nasabah tetapi juga (identitas) Nasabah Penyimpan yang memiliki simpanan itu. Bahkan dalam rumusan Pasal 40 itu, “Nasabah Penyimpan” disebut lebih dahulu daripada “Simpanannya”. Nampaknya dalam pikiran pembuat Undang-Undang, justru identitas Nasabah Penyimpannya lebih penting daripada Simpanannya. Atau mungkin pula dalam pikiran pembuat Undang-Undang, “Nasabah Penyimpan” sengaja disebut lebih dahulu daripada “Simpanannya”, untuk menekankan bahwa merahasiakan identitas Nasabah Penyimpannya sama pentingnya dengan merahasiakan Simpanannya.
Di dalam praktek perbankan atau praktek bisnis, sangat lazim seorang nasabah berpindah-pindah atau berganti-ganti bank, seperti juga adalah lazim seorang nasabah mempunyai simpanan pada beberapa bank. Timbul pertanyaan, apakah bank masih terikat terhadap kewajiban rahasia bank setelah nasabahnya tidak lagi menjadi nasabah bank yang bersangkutan? Hal ini ternyata tidak diatur atau ditentukan oleh undang-undang, baik oleh undang-undang no.7/1992 maupun undang-undang no.10/1998.
Mengingat tujuan dari diadakannya ketentuan mengenai kewajiban rahasia bank, sebaiknya undang-undang perbankan Indonesia menentukan kewajiban rahasia bank tetap diberlakukan sekalipun nasabah yang bersangkutan telah tidak lagi menjadi nasabah bank yang bersangkutan.

E. Pihak-pihak
Menurut Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang berkewajiban memegang teguh rahasia bank ialah:
- Anggota Dewan Komisaris Bank
- Anggota Direksi Bank
- Pegawai Bank
- Pihak terafiliasi lainnya dari bank.
Menurut penjelasan pasal 47 ayat (2) yang dimaksudkan “pegawai bank” adalah “semua pejabat dan karyawan bank”. Lingkup sasaran tindak pidana rahasia bank menurut pasal tersebut terlalu luas, karena berarti rahasia bank berlaku bagi siapa saja yang menjadi pegawai bank, sekalipun pegawai bank tersebut tidak mempunyai akses atau tak mempunyai hubungan sama sekali dengan nasabah penyimpan dan simpanannya, seperti: pramubakti, satpam, pengemudi, pegawai di unit yang mengurusi kendaraan dan masih banyak lagi.
Seorang pegawai bank, ada kemungkinan tak selamanya menjadi pegawai bank tersebut, bisa karena telah tiba masa pensiun, keluar dan menjadi pegawai di perusahaan lain, meninggal dan sebagainya. Pada krisis moneter, banyak pegawai bank yang terkena PHK karena bank nya terkena likuidasi.
Pertanyaan yang muncul, apakah mantan pegawai bank masih tetap terkena oleh kewajiban memegang teguh rahasia bank yang menjadi kewajibannya sewaktu yang bersangkutan masih menjadi pegawai aktif di bank yang bersangkutan? Ternyata Undang-undang no.7/1992 maupun Undang-undang no.10/1998 tak mengaturnya. Beberapa negara menentukan bahwa mantan pengurus dan pegawai bank terikat oleh kewajiban rahasia bank. Ada yang menentukan keterikatannya itu berakhir setelah beberapa tahun sejak saat yang bersangkutan berhenti sebagai pengurus atau pegawai bank, ada pula yang menentukan kewajiban tersebut melekat terus sampai seumur hidup.
Menurut Pasal 1 ayat (22) tersebut yang dimaksudkan dengan “pihak terafiliasi” ialah:
1. anggota dewan komisaris, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat, atau karyawan Bank;
2. anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, Pejabat atau karyawan Bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. pihak yang memberikan jasanya kepada Bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya;
4. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.

F. Pengecualian
- Untuk kepentingan perpajakan dapat diberikan pengecualian kepada pejabat pajak berdasarkan perintah Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan (Pasal 41).
- Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara dapat diberikan pengecualian kepada pejabat Badan Urusan Piutang Dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara atas izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 41A).
- Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana dapat diberikan pengecualian kepada polisi, jaksa atau hakim atas izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 42).
- Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 43).
- Dalam rangka tukar-menukar informasi di antara bank kepada bank lain dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 44). Termasuk di dalam pengertian tukar menukar informasi antar bank itu adalah dalam penggunaan ATM bersama.
- Atas persetujuan, permintaan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan secara tertulis dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 44A ayat (1)).
- Ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia (Pasal 44A ayat (2)).

G. Sanksi
1. Sanksi Pidana
a) Di dalam pembukaan rahasia bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, tanpa membawa perintah atau izin tertulis dari pimpinan Bank Indonesia, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan, diancam dengan pidana sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah).
b) Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja membuka rahasia bank di mana tidak melalui prosedur yang telah diuraikan di atas, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,- (delapan miliar rupiah).
c) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau membuka rahasia bank di mana telah ditempuh prosedur sebagaimana telah diuraikan di atas, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah).
2. Sanksi Administratif
Bahwa selain ketiga sanksi pidana tersebut di atas, untuk tiap sanksi pidana, pihak pimpinan Bank Indonesia selain dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan, Bank Indonesia dapat menetapkan atau menambah sanksi administratif sebagai berikut:
- Denda uang;
- Teguran tertulis;
- Penurunan tingkat kesehatan bank;
- Larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
- Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan;
- Pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai rapat umum pemegang saham atau rapat anggota koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia;
- Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang perbankan;
- Bahwa pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan oleh Bank Indonesia.




BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Ketentuan rahasia bank berlaku bukan saja menyangkut keadaan keuangan dari nasabah penyimpan dana (pasiva bank), tetapi berlaku pula bagi kredit yang diperoleh oleh nasabah debitur dari bank tersebut (aktiva bank). Lingkup rahasia bank adalah menyangkut bukan saja simpanan nasabah tetapi juga (identitas) Nasabah Penyimpan yang memiliki simpanan itu.
Rahasia bank di Indonesia bersifat nisbi atau relatif. Dengan demikian, pemberian data, informasi yg menyangkut kerahasiaan bank kepada pihak lain dimungkinkan. Adapun mengenai kemungkinan pembukaan kerahasiaan bank dapat dilakukan, apabila adanya suatu kepentingan umum. Kepentingan umum pembukaan rahasia bank, berupa Perpajakan, Penyelesaian Piutang yg ditangani oleh BUPLN/PUPN (Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Panitia Urusan Piutang Negara, Peradilan baik untuk perkara pidana maupun perdata, maupun Kepentingan kelancaran dan keamanan kegiatan usaha bank, termasuk di dalamnya permintaan pembukaan rahasia berdasarkan kuasa dari nasabah penyimpan itu sendiri atau permintaan ahli warisnya.

B. Saran
Sebaiknya pengaturan mengenai pembukaan rahasia bank lebih diatur secara mendetai. Selain itu, sebaiknya pengaturan mengenai pembukaan rahasia bank tidak saling bertentangan antara beberapa produk perundang-undangan yang berlaku.






DAFTAR PUSTAKA


Republik Indonesia, Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 yang diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor: 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank.

Kasmir. 2002. Dasar-dasar Pebankan. Jakarta: PT Rajawali Grafindo Persada.

Hermansyah. 2005. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana.

Wiwoho, Jamal. 2011. Hukum Perbankan Indonesia. Surakarta: UNS Press.

Wahyuni, Anggun. 2010. Kesehatan dan Rahasia Bank. http://anggunwahyuni. blogspot.com/2010/kesehatan-dan-rahasia-bank.htm. diakses tanggal 14 Mei 2011.

Anonim. 2010. http://kuliahade.wordpress.com/2010/06/27/hukum-perbankan-rahasia-bank/. Diakses tanggal 14 Mei 2011.

OBJEK HAK TANGGUNGAN

1. Hak Milik
Hak milik adalah hak turun-temurun , terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 , bahwa “semua hak tanah mempunyai fungsi sosial”.
Sifat-sifat hak milik yang membedakannya dengan hak-hak lainnya adalah hak yang “terkuat dan terpenuh”, maksudnya untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dipunyai orang, hak miliklah yang paling kuat dan penuh
Pengaturan mengenai hak milik tercantum dalam Pasal 20-27 UUPA. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Yang dapat menjadi subjek hak milik:
- WNI;
- Badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya ditetapkan oleh pemerintah;
- Orang-orang asing yang sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan.
Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah, selain itu bisa terjadi karena Penetapan Pemerintah atau ketentuan Undang-Undang. Setiap peralihan, hapusnya dan pembeban hak milik dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Hal ini dibuktikan dengan penerbitan sertifikat oleh Kantor Pertanahan setempat (Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
Hak milik hapus bila:
a) Tanahnya jatuh kepada negara,
- karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18;
- karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;
- karena ditelantarkan;
- karena ketentuan pasal ayat (3) dan 26 ayat (2).
b) Tanahnya musnah.

2. Hak Guna Usaha (HGU)
Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu paling lama 25 tahun. Hak Guna Usaha merupakan hak khusus untuk mengusahakan tanah yang bukan miliknya sendiri guna perusahaan, pertanian, perikanan dan peternakan Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pengaturan HGU terdapat pada Pasal 28-34 UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Pasal 2-18.
Peralihan Hak Guna Usaha terjadi karena:
a. jual beli;
b. tukar menukar;
c. penyertaan dalam modal;
d. hibah;
e. pewarisan.
Subjek HGU:
- WNI;
- Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
Terjadinya hak guna usaha karena penetapan Pemerintah. Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang Nomor 5 Tahun 1960. Hal ini dibuktikan dengan penerbitan sertifikat oleh Kantor Pertanahan setempat (Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Hak guna usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
Tanah yang dapat diberikan dengan hak guna usaha adalah:
a) Tanah negara;
b) Tanah negara yang merupakan kawasan hutan, setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan;
c) Tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu sesuai ketentuan yang berlaku, setelah terselesaikannya pelepasan hak tersebut sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kewajiban pemegang HGU:
- Membayar uang pemasukan kepada Negara;
- Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;
- Mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;
- Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha;
- Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai pengunaan Hak Guna Usaha;
- Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada Negara sesudah Hak Guna Usaha tersebut hapus;
- Menyerahkan sertipikat Hak Guna Usaha yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan;
- Pemegang Hak Guna Usaha dilarang menyerahkan pengusahaan tanah Hak Guna Usaha kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Jika tanah Hak Guna Usaha karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, maka pemegang Hak Guna Usaha wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.
Hak pemegang HGU:
- Pemegang Hak Guna Usaha berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan.
- Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha oleh pemegang Hak Guna Usaha hanya dapat dilakukan untuk mendukung usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan dengan mengingat ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kepentingan masyarakat sekitarnya.
Hak Guna Usaha diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Hak guna usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun. Dengan berlakunya UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal maka Jangka Waktu HGU diperpanjang, berdasarkan Pasal 22 ayat (1) huruf a, yaitu:
“Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun”.
Hak guna usaha hapus karena:
- Jangka waktunya berakhir
- Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
- Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
- Dicabut untuk kepentingan umum;
- Ditelantarkan;
- Tanahnya musnah;
- Ketentuan dalam pasal 30 ayat (2) Undang Nomor 5 Tahun 1960.

3. Hak Guna Bangunan (HGB)
Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Tidak mengenai tanah pertanian, oleh karena itu dapat diberikan atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara maupun tanah milik seseorang. Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pengaturan mengenai HGB terdapat dalam Pasal 35-40 UUPA dan PP No. 40 Tahun 1996 Pasal 19-38.
Peralihan Hak Guna Bangunan terjadi karena:
- jual beli;
- tukar menukar;
- penyertaan dalam modal;
- hibah;
- pewarisan.
Subjek HGB:
- WNI;
- Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
Timbulnya HGB:
- Mengenai tanah yang dikuasai oleh Negara; karena penetapan Pemerintah.
- Mengenai tanah milik; karena perjanjian otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh hak guna bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.
Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang Nomor 5 Tahun 1960. Hal ini dibuktikan dengan penerbitan sertifikat oleh Kantor Pertanahan setempat (Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Tanah yang dapat diberikan dengan hak guna bangunan adalah:
- Tanah negara;
- Tanah hak pengelolaan;
- Tanah hak milik.
Kewajiban pemegang HGB:
- Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;
- Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;
- memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;
- Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus;
- Menyerahkan sertipikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan;
- Jika tanah Hak Guna Bangunan karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Guna Bangunan wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.
Hak pemegang HGB:
- Pemegang Hak Guna Bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya.
Mengenai pemberian hak, Pemegang Hak Guna Bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya.
Hak guna bangunan diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun. Dengan berlakunya UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal maka Jangka Waktu HGB diperpanjang, berdasarkan Pasal 22 ayat (1) huruf b, yaitu:
“Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun”.
Hak guna bangunan hapus karena:
- Jangka waktunya berakhir;
- Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
- Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
- Dicabut untuk kepentingan umum;
- Ditelantarkan;
- Tanahnya musnah;
- Ketentuan dalam pasal 36 ayat (2) Undang Nomor 5 Tahun 1960.



4. Hak Pakai
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan No. 5 Tahun 1960. Pengaturan mengenai Hak Pakai terdapat dalam Pasal 41-43 UUPA dan PP No. 40 Tahun 1996 Pasal 39-59.
Hak Pakai diberikan selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu. Hak Pakai dapat diberikan dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun. Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.
Mengenai peralihan hak:
- Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang;
- Hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.
Subjek hak pakai:
- WNI;
- Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
- Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
- Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;
- Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;
- Badan-badan keagamaan dan sosial;
- Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.
- Terjadinya hak pakai karena pemberian oleh pejabat yang berwenang memberikan atau dalam perjanjian dengan pemilik tanah.
Hak Pakai Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan wajib didaftar dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Pakai diberikan sertifikat hak atas tanah oleh Kantor Pertanahan setempat (Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.
Tanah yang dapat diberikan hak pakai adalah:
- Tanah negara;
- Tanah hak pengelolaan;
- Tanah hak milik.
Kewajiban pemegang hak pakai:
- Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
- Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
- Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;
- Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Pakai tersebut hapus;
- Menyerahkan sertipikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan;
- Jika tanah Hak Pakai karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Pakai wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.
Pemegang Hak Pakai berhak menguasai dan memperguna-kan tanah yang diberikan dengan Hak Pakai selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk memindahkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya, atau selama digunakan untuk keperluan tertentu.
Pemegang Hak Pakai berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Pakai selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk memindahkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya, atau selama digunakan untuk keperluan tertentu. Hak Pakai atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak saat pendaftarannya dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.
Jangka waktu:
- Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu;
- Hak Pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk keperluan tertentu diberikan kepada:
• Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;
• Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional;
• Badan Keagamaan daan badan sosial.

Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan tidak dapat diperpanjang. Dengan berlakunya UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal maka Jangka Waktu Hak Pakai diperpanjang, berdasarkan Pasal 22 ayat (1) huruf c, yaitu:
“Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun”.
Hak pakai hapus karena:
- Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;
- Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir karena:
 tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 51 dan Pasal 52; atau
 tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan; atau
 putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
- Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
- dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 1961;
- Ditelantarkan;
- Tanahnya musnah;
- Hapus karena hukum (pemegang hak tidak lagi memenuhi syarat subyek yang berhak/dapat memegang Hak Pakai).

5. Hak Atas Satuan Rumah Susun
Dalam pasal 12 ayat 1 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 1985, ditetapkan bahwa rumah susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri serta benda lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan. Ketentuan tersebut mengatur hal baru karena sebelum adanya UURS, objek utama dari hak jaminan adalah tanah. Dalam keadaan tertentu, jika dikehendaki para pihak, hak jaminan yang dibebankan atas suatu bidang tanah dapat meliputi juga bangunan yang ada di atasnya.
Dalam Pasal 12 tersebut, yang merupakan obyek pokok hak jaminan yang dibebankan bukan tanahnya, melainkan bangunan rumah susunnya. Pasal 12 UURS juga memuat ketentuan yang penting bagi Hukum Jaminan Indonesia, bahwa Hak Tanggungan dapat juga dibebankan atas tanah dimana rumah susun itu dibangun beserta rumah susun yang akan dibangun, sebagai jaminan kredit yang dimaksudkan untuk membiayai pelaksaan pembangunan rumah susun yang telah direncanakan di atas tanah yang bersangkutan dan yang pemberian kreditnya dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pelaksanaan pembangunan rumah susun tersebut.
Keistimewaan lembaga ini adalah bahwa bangunan yang pada saat hak tanggungan dibebankan belum ada dapat ikut terbebani hak tanggungan, masuk akal kiranya bahwa yang sudah ada juga dapat ikut terbebani. Tetapi semuanya itu dapat diperjanjikan secara tegas dalam akta pemberian hak tanggungan yang bersangkutan, karena tidak terjadi dengan sendirinya seperti dalam hukum yang menggunakan asas pendekatan (accessie).
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa hukum tanah kita menggunakan asas pemisahan horizontal, sehingga selain harus diperjanjikan, bangunan yang dapat ikut terbebani hak tanggungan tersebut, menurut kenyataannya harus bersifat permanen dan milik dari yang punya tanah.
Hak milik atas satuan rumah susun juga dapat dijadikan jaminan kredit. Kemungkinan tersebut ditegaskan dalam Pasal 13 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 1985 yang menyatakan, bahwa hal milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 3 dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan jika tanahnya hak milik atau Hak Guna Bangunan, atau Fidusia jika tanahnya Hak Pakai atas tanah negara.
Dari ketentuan tersebut dapat dibaca bahwa yang menjadi obyek pokok jaminan Hak Tanggungan bukan tanahnya melainkan hak milik atas satuan rumah susunnya, sehingga Hak Tanggungan atau Fidusia yang dibebankan meliputi selain satuan rumah susun yang bersangkutan, juga bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama sebesar bagian pemilik hak milik atas satuan rumah susun yang dijaminkan.
Ketentuan ini diadakan untuk memungkinkan diperolehnya Kredit Pemilik Rumah (KPR) guna membayar lunas harga satuan rumah susun yang dibeli pengembaliannya dapat dilakukan secara angsuran KPR tersebut baru dapat diberikan setelah rumah susun yang bersangkutan selesai dibangun dan telah pula dilakukan pemisahan dalam satuan – satuan rumah susun yang bersertifikat.
Menurut ketentuan Pasal 12 dan 13 Undang – Undang No.16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun (“UURS”) bahwa rumah susun dan satuan rumah susun dapat dijadikan kredit dengan dibebani Hak Tanggungan. Mengenai tata cara pembebanan dan penerbitan tanda buktinya, diuraikan sebagai berikut.
Pembebanan Hak Tanggungan diatur dalam pasal 14 dan 15 UURS, dimana dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) dan wajib didaftarkan pada Kantor Agraria (sekarang kantor pertanahan) Kabupaten / Kotamadya untuk dicatat pada buku tanah dan sertifikat hak bersangkutan. Tata caranya sama dengan pembebanan Hak Tanggungan yang obyek pokoknya tanah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (“APHT”) oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang belaku.
Selanjutnya pembebanan Hak Tanggungan tersebut dalam rangka memenuhi syarat publisitas, yang merupakan salah satu syarat bagi yang sahnya dan kelahiran Hak Tanggungan yang diberikan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
Berdasarkan Pasal 13 ayat 2 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan (“UUHT”) juncto Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendafataran Tanah, maka PPAT yang membuat pembebanan Hak Tanggungan tersebut selambat – lambatnya 7 (tujuh) hari sejak ditandatanganinya pembebanan Hak Tanggungan tersebut, wajib menyampaikan APHT yang dibuatnya berikut dokumen – dokumen yang bersangkutan seperti sertifikat tanahnya (kalau yang dijaminkan rumah susun atau tanah tempat akan dibangunnya rumah susun) atau sertifikat HMSRS (kalau yang dijaminkan satuan rumah susunnya) kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar. Dan PPAT wajib menyampaikan secara tertulis mengenai telah disampaikannya akta tersebut kepada para pihak yang bersangkutan. Pendaftaran Hak Tanggungan tersebut dilakukan dengan pambuatan Buku Tanah Hak Tanggungannya, diikuti dengan penerbitan sertifikat Hak Tanggungan serta pencatatan adanya Hak Tanggungan pada Buku Tanah dan sertifikat tanah rumah susun atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (“HMSRS”) yang dijadikan jaminan.
Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan tersebut Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan yang terdiri dari salinan Buku Tanah Hak Tanggungan dan salinan APHT, yang membuktikan pemberian Hak Tanggungan tersebut.
Kecuali diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah atau HMSRS yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah / pemegang HMSRS yang bersangkutan. Sedangkan sertifikat hak tanggungannya diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan.


DAFTAR PUSTAKA


Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Harsono, Boedi. 1968. UUPA Bagian Pertama Jilid Pertama. Jakarta: Kelompok Belajar ESA.

Sudrajat, Sutardja. 1997. Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbitan Sertifikatnya. Bandung: Mandar Maju.

Hutagalung, Ari. 2002. Condominium dan Permasalahannya. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Kamis, 12 Mei 2011

KEKEBALAN PERWAKILAN DIPLOMATIK

A. Kekebalan Gedung Perwakilan Diplomatik menurut Konvensi Wina 1961
Dalam Konvensi Wina 1961 telah dicantumkan ketentuan mengenai pengakuan secara universal tentang kekebalan diplomatik yang meliputi tempat kediaman dan tempat kerja atau kantor perwakilan pejabat diplomatik. Tercantum dalam Pasal 22, 24 dan 30.

Article 22
1. The premises of the mission shall be inviolable. The agents of the receiving State may not enter them, except with the consent of the head of the mission.
2. The receiving State is under a special duty to take all appropriate steps to protect the premises of the mission against any intrusion or damage and to prevent any disturbance of the peace of the mission or impairment of its dignity.
3. The premises of the mission, their furnishings and other property thereon and the means of transport of the mission shall be immune from search, requisition, attachment or execution.
Article 24
The archives and documents of the mission shall be inviolable at any time and wherever they may be.
Article 30
1. The private residence of a diplomatic agent shall enjoy the same inviolability and protection as the premises of the mission.
2. His papers, correspondence and, except as provided in paragraph 3 of Article 31, his property, shall likewise enjoy inviolability.

Di sini terlihat bahwa hak kekebalan diplomatik atas kantor perwakilan dan tempat kediaman secara tegas dalam Konvensi Wina 1961, namun hak kekebalan di sini diartikan sebagai suatu hak dari gedung perwakilan atau tempat kerja dan tempat kediaman pejabat diplomatik untuk mendapat perlindungan khusus/ istimewa di negara penerima, yakni gedung perwakilan dan tempat kediaman dari pejabat diplomatik tidak dapat diganggu gugat atau Inviolable.
Landasan teoritis dari pemberian kekebalan dankeistimewaan diplomatik diungkapkanoleh beberapa teori, salah satunya Exterritoriality Theory. Menurut teori ini, tempat kediaman atau gedung perwakilan merupakan perluasan dari wilayah negara pengirim sehingga tidak dapat diganggu gugat. Negara penerima tidak mempunyai wewenang untuk menegakkan kedaulatannya di gedung perwakilan atau tempat kediaman perwakilan sebagai konsepsi terbatas. Negara penerima memberikan perlindungan khusus/ istimewa kepada gedung perwakilan dan tempat kediaman perwakilan diplomatik. Prinsip-prinsip yang terkait diantaranya:

1. Inviolability of the Diplomatic Mission (Sancti Habentur Legati)
Untuk dapat melakukan tugasnya dengan maksimal, perwakilan diplomatik haruslah memperoleh kekebalan dan perlindungan dari negara penerima. Kekebalan meliputi
a. kekebalan terhadap perwakilan diplomatik itu sendiri
- rationae persona
pemberian kekebalan terhadap pejabat diplomatik,, termasuk keluarga pejabat diplomatik, staff administrasi dan staff teknik perwakilan diplomatik, staff pelayanan perwakilan diplomatik (yang bukan warga negara dari atau menetap di negara penerima) dan pembantu rumah tangga (yang bukan warga negara dari atau menetap di negara penerima).
- Rationae material
Perlindungan terhadap barang-barang milik perwakilan diplomatik, termasuk komunikasi.
- Rationae temporis
pengaturan mengenai waktu pemberian kekebalan(selama memangku jabatan).
- Rationae Loci
Kekebalan di negara ketiga atau negara transit.

b. kekebalan terhadap yuridiksi hukum
Perwakilan diplomatik kebal terhadap yuridiksi kriminal dan civil. Ia tidak dapat ditangkap, dituntut, atau diadili atas perkara kejahatan di negara penerima, namun tetap wajib menghormati hukum setempat. Tuntuan sipil dalam bentuk apapun juga tidak dapat dilakukan terhadap perwakilan diplomatik, kecuali:
- tindakan nyata yang berhubungan dengan barang tidak bergerak milik pribadi di negara penerima (buka keperluan dinas)
- yang berhubungan dengan pewarisan dimana wakil diplomatik bertindak sebagai executor, administrator, ahli waris, atau legataris.
- Berhubungan dengan kegiatan profesional dan perdagangan komersial di negara penerima di luar fungsi resmi

2. Ex Gratia
Negara penerima memberikan kompensasi atas segala kerusakan yang terjadi akibat kegagalan pemerintah negara penerima untuk melindungi gangguan terhadap perwakilan asing di suatu negara. Kompensasi dierikan bukan hanya atas gangguan langsung, tapi juga atas gangguan lain atau tidak disengaja.
Perlindungan dari negara penerima yang diberikan tidak hanya dilakukan dalam gedung perwakilan (interna rationae), tetapi juga di luar nya ataupun di lingkungan sekitarnya (externa rationae).

1) Perlindungan di Lingkungan Gedung Perwakilan Asing (Interna Rationae)
Kantor perwakilan tidak dapat dimasuki oleh siapapun termasuk badan-badan atau alat-alat kekuasaan negara penerima, kecuali dengan persetujuan kepala perwakilan.
Negara penerima dibebankan kewajiban khusus untuk mengambil tindakan atau langkah yang dianggap perlu untuk melindungi tempat kediaman dan tempat kerja perwakilan itu terhadap setiap perbuatan tidak sah ke dalam gedung tersebut atau perbuatan pengrusakan dan melindungi dari perbuatan pengacauan terhadap ketentraman dari perwakilan asing atau dari perbuatan yang dapat merugikan kehormatan negara pengirim. Begitu pula dengan gedung perwakilan beserta segala perabotan dan harta benda yang ada di gedung perwakilan, barang-barang transportasi kedutaan juga kebal terhadap pemeriksaan atau penggeledahan, penyitaan dan eksekusi.
Negara penerima harus membebaskan negara pengirim dan kepala perwakilan asing semua pajak atau iuran, baik pajak nasional, regional atau pajak daerah, dan segala kewajiban yang berhubungan dengan gedung perwakilan dan tempat kediaman, baik yang dimiliki maupun disewakan oleh mereka yang bukan merupakan (atau lain dari) pembayaran untuk jasa-jasa tertentu yang telah diberikan.
Menurut Pasal 41 Konvensi Wina 1961, kantor perwakilan tidak dapat digunakan untuk tindakan-tindakan yang bertentangan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi perwakilan. Atas dasar itu, negara pengirim tidak boleh menggunakan gedung perwakilan untuk menyekap seseorang yang berwarganegara pengirim atau menculik orang itu yang sedang berada di wilayah negara penerima dan menahannya dalam gedung perwakilan dengan maksud memulangkan orang itu ke negara asal dengan paksa.
Kantor perwakilan asing tidak boleh digunakan sebagai tempat untuk memberikan perlindungan kepada orang-orang yang melakukan perbuatan kriminal. Demikianlah bahwa perwakilan diplomatik diharapkan untuk menghormati dan memperhatikan undang-undang dan peraturan negara penerima. Jadi apabila salah seorang yang diinginkan penguasa negara penerima karena telah melakukan tindakan kriminal berlindung di dalam kantor perwakilan asing tersebut, maka pejabat diplomatik harus mengizinkan polisi atau badan yang berwenang setempat untuk menangkap orang tersebut. Perlu dicatat, bahwa hanya dengan izin kepala perwakilan seorang polisi atau pejabat setempat dapat menangkap seorang penjahat yang melarikan diri ke dalam kantor perwakilan asing.
Sebaliknya, apabila wakil diplomatik atau kepala perwakilan asing menyembunyikan penjahat kriminal di dalam kantor perwakilan atau tempat kediaman, maka pemerintah setempat dibenarkan mengambil tindakan untuk memaksa penyerahan penjahat tersebut dengan masuk kantor perwakilan atau tempat kediaman diplomatik. Namun, tindakan kekerasan dapat dibenarkan hanya dalam keadaan mendesak, yaitu setelah kepala perwakilan diplomatik tersebut menolak menyerahkan penjahat tersebut. Apabila kejahatan dilakukan dalam kantor perwakilan atau tempat kediaman diplomatik, maka penjahat tersebut harus diserahkan pada badan pemerintahan setempat yang berwenang.
Pejabat diplomatik dapat mengadakan komunikasi dengan bebas guna kepentingan tujuan-tujuan resmi (official purpose) dari perwakilan asing tersebut tanpa mendapat halangan eberupa tindakan pemeriksaan atau tindakan penggeledahan yang dilakukan oleh negara lainnya
Pejabat diplomatik dapat berhubungan bebas dalam surat menyurat, mengirim telegram, dan berbagai bentuk hubungan komunikasi lain. Perhubungan bebas dapat berlangsung antara pejabat diplomatik dengan pemerintahnya sendiri atau pemerintah negara penerima maupun dengan perwakilan diplomatik asing lainnya. Kekebalan tidak terbatas pada pejabat diplomatik itu sendiri, tetapi juga meliputi kurir diplomatik, diplomatik bags, dan alat-alat perlengkapan seperlunya yang dipergunakan.
Kebebasan korespondensi yang dimaksud harus dijalankan dalam hubungan resmi yang terkait dengan misi, tugas, dan fungsi perwakilan diplomatik. Namun dalam praktek, sulit membedakan korespondensi resmi dengan pribadi.
Mengenai hal memasang alat-alat radio untuk komunikasi, diatur dalam Pasal 27 ayat 1 Konvensi Wina 1961. Perwakilan diplomatik asing diperbolehkan memasang dan mempergunakan alat-alat radio “wireless transmitter” hanya dengan persetujuan negara penerima.

a) Diplomatic Bags
Diplomatic bags dari suatu perwakilan diplomatik negara asing tidak dapat dibuka dan ditahan, baik oleh negara penerima maupun negara ketiga. Dengan syarat:
- Mempunyai tanda-tanda luar yang terlihat (visible external marks) dan menunjukkan sifat dari bungkusan tersebut sebagai diplomatic bags
- Berisi barang-barang atau dokumen diplomatik untuk keperluan resmi
Diplomatic bags dapat dikirim melalui pesawat udara komersial yang sudah mendapat izin untuk mendarat pada suatu authorized port of entry dengan dikuasakan terhadap sang kapten. Pesawat tersebut diperlengkapi dokumen dinas yang menunjukkan nomor atau jumlah bungkusan yang merupakan diplomatic bags.
Kapten pesawat itu bukan merupakan kurir diplomatik, tetapi Diplomatic bags yag dibawanya akan dilindungi oleh hukum internasional sehingga tidak dapat ditahan dan digeledah atau dibuka.

b) Diplomatic Courier
Diplomatic courier yang dilengkapi official document yang menunjukkan status dan jumlah/ nomor bungkusan yang merupakan diplomatic bags dilindungi oleh negara penerima dalam melakukan tugas perwakilan. Ia menikmati personal inviolability dan tidak dapat dikenakan tindakan penangkapan/ penahanan atau tindakan pengurungan apapun.
Diplomatic courier yang membawa official dispatches kepada dan dari kedutaan dibebaskan dari yuridiksi setempat, bahkan bila ia berada di negara ketiga yang mungkin harus dilewati saat melaksanakan tugas. Ia harus membawa official pasport dan menjelaskan statusnya dengan jelas.
Konvensi Wina 1961 juga mengatur mengenai diplomatic courier ad hoc. Dalam hal menjalankan tugas, jika tugas mengantarkan diplomatic bags selesai, maka kekebalan yang dinikmati akan hilang.

2) Perlindungan di Luar Lingkungan Gedung Perwakilan (Externa Rationae)
Hal ini menyangkut situasi di luar gedung perwakilan asing, misalnya perbaikan jalan, pembangunan di sekitar gedung (pembuatan kereta api bawah tanah), unjuk rasa atau demonstrasi, dan kegiatan lain seperti pemasangan plakat serta mempertontonkan spanduk di luar gedung, yang dapat menjadi gangguan dalam menjalankan misi atau menurunkan harkat dan martabat perwakilan asing.
Pemerintah negara penerima harus mengambil langkah seperlunya guna mencegah adanya gangguan atau kerusuhan, termasuk gangguan terhadap ketenangan atau yang dapat menurunkan harkat dan martabat perwakilan asing.

B. Kasus Pengeboman Kedutaan Australia di Indonesia Tahun 2004
1. Kronologi
Pada 9 September 2004 terjadi ledakan bom yang ditujukan ke Kedutaan Australia di Kuningan, Jakarta, sekitar pukul 10.30 WIB. Bom diletakkan di dalam mobil Daihatsu yang sengaja di parkir di depan gedung kedutaan Australia. Bom menewaskan 9 orang termasuk pembom bunuh diri , dan melukai lebih dari 150 orang lainnya. Akibat ledakan, sebelah kiri dan kanan gedung kedutaan Australia hancur. Begitu pula didapati beberapa mobil yang hancur akibat ledakan. Sejumlah bangunan kantor di sekitar kedutaan juga rusak akibat ledakan, selain itu juga banyakpekerja yang terluka akibat pecahan kaca. Menurut investigasi, pelaku adalah Noordin M. TOP yang merupakan bagian dari Jemaah Islamiyah. Ini adalah serangan besar terakhir ketiga yang melibatkan warga Australia atau menargetkan pada Australia di Indonesia, setelah bom Bali tahun 2002 , dan tahun 2003 pemboman hotel JW Marriott.

2. Analisa
Seperti yang diketahui sebelumnya, gedung perwakilan asing tidak dapat diganggu gugat, bahkan para petugas maupun alat negara setempat tidak dapat memasukinya tanpa izin kepala perwakilan. dalam kasus ini, perwakilan diplomatik (Australia) mendapat gangguan langsung yang pelakunya berasal dari negara penerima (Indonesia). Atas gangguan yang menyebabkan kerugian ini, pemerintah Indonesia berkewajiban memberikan kompensasi/ ganti rugi serta memperbaiki segala kerusakan yang timbul. Ini dilakukan atas dasar prinsip ex gratia, dimana negara penerima memberikan kompensasi atas segala kerusakan yang terjadi akibat kegagalan pemerintah negara penerima untuk melindungi gangguan terhadap perwakilan asing di suatu negara. Kompensasi dierikan bukan hanya atas gangguan langsung, tapi juga atas gangguan lain atau tidak disengaja.
Pada dasarnya, pemerintah negara penerima harus memberikan perlindungan sebesar-besarnya terhadap perwakilan diplomatik negara pengirim agar dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal.


Daftar Pustaka

Suryokusumo, Sumaryo. 1995. Hukum Diplomatik Teori dan Kasus. Bandung: Alumni.

Mauna, Boer. 2001. Hukum Internasional. Bandung: Alumni.

Widagdo, Setyo & Hanif Nur Widhiyanti. 2008. Hukum Diplomatik dan Konsuler. Malang: Bayumedia Publishing.

Kronisilicus, Tyo. 2010. Keistimewaan Dan Kekebalan Diplomatik Menurut Hukum Internasional (Tinjauan Yuridis Konvensi Wina 1961). http://tyokro nisilicus.wordpress.com/2010/04/17/keistimewaan-dan-kekebalan-diplsomatik-me nurut-hukum-internasional-tinjauan-yuridis-konvensi-wina-1961. Diakses tanggal 29 April 2011.

Arwan. 2011. Analisa Kasus Kekebalan Diplomatik. http://arwanblack74. blogspot.com/2011/03/analisis-kasus-kekebalan-diplomatik.html. Diakses tanggal 29 April 2011.

WISATA BAHARI DI RAJA AMPAT, PAPUA BARAT

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang terletak di sekitar garis khatulistiwa. Sebenarnya ini merupakan keuntungan bagi negara kita, karena menyebabkan beraneka ragamnya bentang alam dan flora fauna di negara kita tercinta ini. Selama ini kita telah mengetahui banyak tempat-tempat wisata alam yang dijumpai di Indonesia, antara lain Danau Toba di Sumatera Utara, Danau Kelimutu, Air Terjun Grojokan Sewu, Batu Raden, dan masih banyak lagi. Semua itu terletak di kota-kota yang biasa dikunjungi.
Kepulauan Raja Ampat merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata penyelaman. Perairan Kepulauan Raja Ampat menurut berbagai sumber, merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan, mungkin juga diakui sebagai nomor satu untuk kelengkapan flora dan fauna bawah air pada saat ini. Tentu saja hal ini menjadi perhatian saya dalam mengungkap keindahan alam yang tersimpan di tanah air pertiwi.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya karya tulis ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perlindungan dan Konservasi Lingkungan Hidup. Selain itu juga untuk memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai objek wisata alam di Lahat, Sumsel.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi Raja Ampat, Papua Barat?
2. Apa sajakah kekayaan sumber daya alam di Raja Ampat, Papua Barat?
3. Bagaimana keadaan wisata bahari yang terdapat di Raja Ampat, Papua Barat tersebut?

D. Metode Penulisan

1. Studi Literatur
Penulisan karya tulis ini berawal dari studi literatur yang membahas tentang bidang yang berhubungan dengan tujuan ditulisnya karya ilmiah ini. Studi literatur ini didapatkan dari buku-buku, majalah, koran, internet, dan sebagainya. Pokok bahasan yang diambil dari studi literatur meliputi:
- Kondisi Raja Ampat, Papua Barat
- Kekayaan sumber daya alam Raja Ampat, Papua Barat
- Wisata Bahari di Raja Ampat, Papua Barat

2. Prosedur pengumpulan data
Data-data diperoleh dengan pengumpulan data yang didapat dari internet, buku, dan koran. Karya tulis ini ditulis dan dibuat dengan menggunakan aturan Bahasa Indonesia yang baku dengan tata bahasa dan ejaan yang disempurnakan, sederhana, dan jelas.

3. Metode analisa dan pemecahan masalah dengan cara:
a. Diskusi
b. Komparasi
c. Analisa mendalam


BAB II
PEMBAHASAN

A. Raja Ampat, Papua Barat
Kepulauan Raja Ampat merupakan rangkaian empat gugusan pulau yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua. Secara administrasi, gugusan ini berada di bawah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Kepulauan ini sekarang menjadi tujuan para penyelam yang tertarik akan keindahan pemandangan bawah lautnya. Empat gugusan pulau yang menjadi anggotanya dinamakan menurut empat pulau terbesarnya, yaitu Pulau Waigeo, Pulau Misool, Pulau Salawati, dan Pulau Batanta.

1. Asal-usul dan sejarah
Asal mula nama Raja Ampat menurut mitos masyarakat setempat berasal dari seorang wanita yang menemukan tujuh telur. Empat butir di antaranya menetas menjadi empat orang pangeran yang berpisah dan masing-masing menjadi raja yang berkuasa di Waigeo, Salawati, Misool Timur dan Misool Barat. Sementara itu, tiga butir telur lainnya menjadi hantu, seorang wanita, dan sebuah batu.
Dalam perjalanan sejarah, wilayah Raja Ampat telah lama dihuni oleh masyarakat nelayan dan menerapkan sistem adat Maluku. Dalam sistem ini, masyarakat merupakan anggota suatu komunitas desa. Tiap desa dipimpin oleh seorang raja. Semenjak berdirinya dua kesultanan muslim di Maluku, Raja Ampat menjadi bagian klaim dari Kesultanan Tidore. Setelah Kesultanan Tidore takluk dari Belanda, Kepulauan Raja Ampat menjadi bagian klaim Hindia-Belanda.

2. Masyarakat
Masyarakat Kepulauan Raja Ampat umumnya nelayan tradisional yang berdiam di kampung-kampung kecil yang letaknya berjauhan dan berbeda pulau. Mereka adalah masyarakat yang ramah menerima tamu dari luar, apalagi kalau kita membawa oleh-oleh buat mereka berupa pinang ataupun permen. Barang ini menjadi semacam 'pipa perdamaian indian' di Raja Ampat. Acara mengobrol dengan makan pinang disebut juga "Para-para Pinang" seringkali bergiliran satu sama lain saling melempar mob, istilah setempat untuk cerita-cerita lucu.
Mereka adalah pemeluk Islam dan Kristen dan seringkali di dalam satu keluarga atau marga terdapat anggota yang memeluk salah satu dari dua agama tersebut. Hal ini menjadikan masyarakat Raja Ampat tetap rukun walaupun berbeda keyakinan.

3. Kekayaan Sumber Daya Alam
Kepulauan Raja Ampat merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata penyelaman. Perairan Kepulauan Raja Ampat menurut berbagai sumber, merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan, mungkin juga diakui sebagai nomor satu untuk kelengkapan flora dan fauna bawah air pada saat ini.
Dr John Veron, ahli karang berpengalaman dari Australia, misalnya, dalam sebuah situs ia mengungkapkan, Kepulauan Raja Ampat yang terletak di ujung paling barat Pulau Papua, sekitar 50 mil sebelah barat laut Sorong, mempunyai kawasan karang terbaik di Indonesia. Sekitar 450 jenis karang sempat diidentifikasi selama dua pekan penelitian di daerah itu.
Tim ahli dari Conservation International, The Nature Conservancy, dan Lembaga Oseanografi Nasional (LON) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan penilaian cepat pada 2001 dan 2002. Hasilnya, mereka mencatat di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan 75% spesies karang dunia berada di Raja Ampat. Tak satupun tempat dengan luas area yang sama memiliki jumlah spesies karang sebanyak ini.

Ada beberapa kawasan terumbu karang yang masih sangat baik kondisinya dengan persentase penutupan karang hidup hingga 90%, yaitu di selat Dampier (selat antara P. Waigeo dan P. Batanta), Kepulauan Kofiau, Kepualauan Misool Timur Selatan dan Kepulauan Wayag. Tipe dari terumbu karang di Raja Ampat umumnya adalah terumbu karang tepi dengan kontur landai hingga curam. Tetapi ditemukan juga tipe atol dan tipe gosong atau taka. Di beberapa tempat seperti di kampung Saondarek, ketika pasang surut terendah, bisa disaksikan hamparan terumbu karang tanpa menyelam dan dengan adaptasinya sendiri, karang tersebut tetap bisa hidup walaupun berada di udara terbuka dan terkena sinar matahari langsung.
Spesies yang unik yang bisa dijumpai pada saat menyelam adalah beberapa jenis kuda laut katai, wobbegong, dan ikan pari Manta. Juga ada ikan endemik raja ampat, yaitu Eviota raja, yaitu sejenis ikan gobbie. Di Manta point yg terletak di Arborek selat Dampier, Anda bisa menyelam dengan ditemani beberapa ekor Manta Ray yang jinak seperti ketika Anda menyelam di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Jika menyelam di Cape Kri atau Chicken Reef, Anda bisa dikelilingi oleh ribuan ikan. Kadang kumpulan ikan tuna, giant trevallies dan snappers. Tapi yang menegangkan jika kita dikelilingi oleh kumpulan ikan barakuda, walaupun sebenarnya itu relatif tidak berbahaya (yang berbahaya jika kita ketemu barakuda soliter atau sendirian). Hiu karang juga sering terlihat, dan kalau beruntung Anda juga bisa melihat penyu sedang diam memakan sponge atau berenang di sekitar anda. Di beberapa tempat seperti di Salawati, Batanta dan Waigeo juga terlihat Dugong atau ikan duyung.
Karena daerahnya yang banyak pulau dan selat sempit, maka sebagian besar tempat penyelaman pada waktu tertentu memiliki arus yang kencang. Hal ini memungkinkan juga untuk melakukan drift dive, menyelam sambil mengikuti arus yang kencang dengan air yang sangat jernih sambil menerobos kumpulan ikan.

4. Akses
Mengunjungi kepulauan ini tidaklah terlalu sulit walau memang memakan waktu dan biaya cukup besar. Kita dapat menggunakan maskapai penerbangan dari Jakarta ke Sorong via Menado selama 6 jam penerbangan. Dari Sorong –kota yang cukup besar dan fasilitas lumayan lengkap- untuk menjelajahi Raja Ampat pilihannya ada dua, ikut tur dengan perahu pinisi atau tinggal di resor Papua Diving. Sekalipun kebanyakan wisatawan yang datang ke Raja Ampat saat ini adalah para penyelam, sebenarnya lokasi ini menarik juga bagi turis non penyelam karena juga memiliki pantai-pantai berpasir putih yang sangat indah, gugusan pulau-pulau karst nan mempesona dan flora-fauna unik endemik seperti cendrawasih merah, cendrawasih Wilson, maleo waigeo, beraneka burung kakatua dan nuri, kuskus waigeo, serta beragam jenis anggrek.

5. Usaha-usaha konservasi
Untuk menjaga kelestarian bawah laut Kepulauan Raja Ampat, usaha-usaha konservasi sangat diperlukan di daerah ini. Ada dua lembaga internasional yang konsen terhadap kelestarian sumber daya alam Raja Ampat, yaitu CI (Conservation International) dan TNC (The Nature Conservancy). Pemerintah sendiri telah menetapkan laut sekitar Waigeo Selatan, yang meliputi pulau-pulau kecil seperti Gam, Mansuar, kelompok Yeben dan kelompok Batang Pele, telah disahkan sebagai Suaka Margasatwa Laut. Menurut SK Menhut No. 81/KptsII/1993, luas wilayah ini mencapai 60.000 hektar.
Selain itu, beberapa kawasan laut lainnya telah diusulkan untuk menjadi kawasan konservasi. Masing-masing adalah Suaka Margasatwa Laut Pulau Misool Selatan, laut Pulau Kofiau, laut Pulau Asia, laut Pulau Sayang dan laut Pulau Ayau.

B. Wisata Bahari Raja Ampat
Kepulauan Raja Ampat letaknya terpencil di Papua Barat. Kawasan ini menyimpan sejuta keindahan bawah laut. Wisata bahari Raja Ampat dikenal sebagai salah satu dari 10 tempat wisata menyelam terbaik di dunia. Pesona dan kekayaan alam bawah laut, menjadi andalan Pulau Raja Ampat menembus persaingan dunia pariwisata di Indonesia dan dunia melalui wisata diving yang bisa dilakukan di indonesia bagian timur ini.
Raja Ampat adalah pecahan Kabupaten Sorong, sejak 2003. Kabupaten berpenduduk 31.000 jiwa ini memiliki 610 pulau (hanya 35 pulau yang dihuni) dengan luas wilayah sekitar 46.000 km2, namun hanya 6.000 km2 berupa daratan, 40.000 km2 lagi lautan. Pulau-pulau yang belum terjamah dan lautnya yang masih asri membuat wisatawan langsung terpikat.Mereka seakan ingin menjelajahi seluruh perairan di “Kepala Burung” Pulau Papua.
Sekalipun kebanyakan wisatawan yang datang ke Raja Ampat saat ini adalah para penyelam, sebenarnya lokasi ini menarik juga bagi turis non penyelam karena juga memiliki pantai-pantai berpasir putih yang sangat indah, gugusan pulau-pulau karst nan mempesona dan flora-fauna unik endemik seperti cendrawasih merah, cendrawasih Wilson, maleo waigeo, beraneka burung kakatua dan nuri, kuskus waigeo, serta beragam jenis anggrek.
Wilayah ini sempat menjadi incaran para pemburu ikan karang dengan cara mengebom dan menebar racun sianida.Namun, masih banyak penduduk yang berupaya melindungi kawasan itu sehingga kekayaan lautnya bisa diselamatkan.Terumbu karang di laut Raja Ampat dinilai terlengkap di dunia. Dari 537 jenis karang dunia, 75 persennya berada diperairan ini. Ditemukan pula 1.104 jenis ikan, 669 jenis moluska (hewan lunak), dan 537 jenis hewan karang.

Bank Dunia bekerja sama dengan lembaga lingkungan global menetapkan Raja Ampat sebagai salah satu wilayah di Indonesia Timur yang mendapat bantuan Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap) II, sejak 2005.Di Raja Ampat, program ini mencakup 17 kampung dan melibatkan penduduk lokal. Nelayan juga dilatih membudidayakan ikan kerapu dan rumput laut.
Raja Ampat merupakan Kabupaten Kepulauan, yang mempunyai kawasan terumbu karang terbaik di Indonesia. Perairan laut Raja Ampat sebagian besar ditutupi oleh karang yang belum terganggu sehingga menjadi surga bagi ikan sebagai tempat mencari makan dan berkembangbiak. Kepulauan Raja Ampat terdiri dari miniatur lingkungan yang unik, mulai dari penelukan (embayment) yang ternaungi dengan pemasukan air tawar yang besar, hamparan karang yang luas hingga pulau-pulau karang (atol-atol) menjulang tinggi. Di beberapa tempat seperti di kampung Saondarek, ketika pasang surut terendah, bisa disaksikan hamparan terumbu karang tanpa menyelam dan dengan adaptasinya sendiri, karang tersebut tetap bisa hidup walaupun berada di udara terbuka dan terkena sinar matahari langsung.

1. Pulau Kofiau
Pulau Kofiau adalah sebuah pulau di wilayah Raja Ampat Papua Barat yang menyimpan peradaban salah satu suku laut di Indonesia. Sebelum abad ke-18, Kofiau menjadi jajahan kerajaan Ternate. Legenda setempat menyebut asalkata Kofiau dari kisah kopiah Raja Jailolo yang tertinggal di pulau besar ini. Adapun Betew adalah suku yang menghuni pulau tersebut. Suku perantara dari Pulau Waigeo atau wilayah utara dari Kofiau yang hanya berjarak 60 mill. Sejak abad ke-19, suku Betew telah mendiami pulau Kofiau dan berbaur dengan pendatang dari Pulau Biak. Dan hingga saat ini, laut seperti tidak pernah lepas dari tali kehidupan suku Betew. Mereka memang mendiami bibir pantai dan mengambil ikan sekadarnya untuk hidup. Perairan Kofiau jelas memiliki kekayaan hayati berlimpah.

2. Pulau Misool
Pulau Misool adalah suatu pulau yang terletak di daerah raja ampat dan berbatasan dengan laut seram. Daerah ini terletak di kepala burung papua barat dan dekat dengan kota sorong . Misool terbagi atas dua bagian yaitu misool timur selatan dan misool barat. Daerah ini terkenal juga dengan keanekaragaman budaya, adat, laut dan darat yang begitu terkenal di dunia. misool termasuk daerah segitiga karang dunia dan puluhan banyak ikan hias yang terdapat di dalam lautnya yaitu sekitar 75% ikan hias dan segitiga karang dunia juga terdapat di daerah misool ini. Dan daerah ini juga memiliki laut lepas yang sangat luas sekali sehingga menjadi jalur lintasnya hewan-hewan besar yaitu seperti ikan paus dan gurita. Menurut informasi dari masyarakat setempat bahwa gurita sering di temukan pada malam hari sedangkan ikan paus di temukan pada siang hari, sehingga daerah misool dikenal atau boleh dikatakan dengan daerah yang penuh misterius karena masih banyak terdapat hewan laut yang besar2 di daerah ini dan yang sudah langka di dunia.

3. Pulau Waigeo
Pulau Waigeo merupakan sebuah pulau yang berada di provinsi Papua Barat. Pulau Waigeo ini juga dikenal dengan nama Amberi, atau Waigiu.Pulau Waigeo merupakan pulau yang terbesar dari empat pulau utama di kepulauan Raja Ampat ,jarak antara Pulau Waigeo dengan Halmahera sekitar 65 km. Tiga pulau lainnya Salawati, Batanta dan Misool. luas wilayah kepulauan waigeo adalah sekitar 3.155 km ²,dan mempunyai ketinggian hampir 1000 m . luas wilayah pulau waigeo Dari barat ke timur pulau sekitar 110 km,sedangkan dari utara ke selatan sekitar 50 km. Sejak 1997, pulau ini telah menjadi tempat budidaya mutiara dimiliki oleh perusahaan Australia Atlas Pasifik


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kepulauan Raja Ampat merupakan rangkaian empat gugusan pulau yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua. Secara administrasi, gugusan ini berada di bawah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Kepulauan ini sekarang menjadi tujuan para penyelam yang tertarik akan keindahan pemandangan bawah lautnya. Empat gugusan pulau yang menjadi anggotanya dinamakan menurut empat pulau terbesarnya, yaitu Pulau Waigeo, Pulau Misool, Pulau Salawati, dan Pulau Batanta.
Kepulauan Raja Ampat merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata penyelaman. Perairan Kepulauan Raja Ampat menurut berbagai sumber, merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan, mungkin juga diakui sebagai nomor satu untuk kelengkapan flora dan fauna bawah air pada saat ini.

B. Saran
- Sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan pengembangan objek wisata alam agar lebih dapat menjadi tiang penegak perekonomian rakyat.
- Pelaksanaan pembangunan perekonomian tidak boleh mengabaikan pelestarian alam.


DAFTAR PUSTAKA

Sudarto dkk. 1999. EKOWISATA: Wahana Pelestarian Alam, Pengembangan Ekonomi Berkelanjutan, dan Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Kalpataru Bahari.

Mustaruddin. 2002. Etika Lingkungan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sipayung, Mayor. 2010. Wisata Raja Ampat Papua. http://qpleset.wordpress. com/2010/05/09/wisata-raja-ampat-papua/. Diakses tanggal 8 Mei 2011.

Yudi. 2010. Wisata Bahari Kepulauan Raja Ampat. http://capsulx368.blogspot. com/2010/10/wisata-bahari-kepulauan-raja-ampat.html. Diakses tanggal 8 Mei 2011.

Mr Taxi MV