me. my self. I.

Silence is the true friend that never betrays

Kamis, 12 Mei 2011

KEKEBALAN PERWAKILAN DIPLOMATIK

A. Kekebalan Gedung Perwakilan Diplomatik menurut Konvensi Wina 1961
Dalam Konvensi Wina 1961 telah dicantumkan ketentuan mengenai pengakuan secara universal tentang kekebalan diplomatik yang meliputi tempat kediaman dan tempat kerja atau kantor perwakilan pejabat diplomatik. Tercantum dalam Pasal 22, 24 dan 30.

Article 22
1. The premises of the mission shall be inviolable. The agents of the receiving State may not enter them, except with the consent of the head of the mission.
2. The receiving State is under a special duty to take all appropriate steps to protect the premises of the mission against any intrusion or damage and to prevent any disturbance of the peace of the mission or impairment of its dignity.
3. The premises of the mission, their furnishings and other property thereon and the means of transport of the mission shall be immune from search, requisition, attachment or execution.
Article 24
The archives and documents of the mission shall be inviolable at any time and wherever they may be.
Article 30
1. The private residence of a diplomatic agent shall enjoy the same inviolability and protection as the premises of the mission.
2. His papers, correspondence and, except as provided in paragraph 3 of Article 31, his property, shall likewise enjoy inviolability.

Di sini terlihat bahwa hak kekebalan diplomatik atas kantor perwakilan dan tempat kediaman secara tegas dalam Konvensi Wina 1961, namun hak kekebalan di sini diartikan sebagai suatu hak dari gedung perwakilan atau tempat kerja dan tempat kediaman pejabat diplomatik untuk mendapat perlindungan khusus/ istimewa di negara penerima, yakni gedung perwakilan dan tempat kediaman dari pejabat diplomatik tidak dapat diganggu gugat atau Inviolable.
Landasan teoritis dari pemberian kekebalan dankeistimewaan diplomatik diungkapkanoleh beberapa teori, salah satunya Exterritoriality Theory. Menurut teori ini, tempat kediaman atau gedung perwakilan merupakan perluasan dari wilayah negara pengirim sehingga tidak dapat diganggu gugat. Negara penerima tidak mempunyai wewenang untuk menegakkan kedaulatannya di gedung perwakilan atau tempat kediaman perwakilan sebagai konsepsi terbatas. Negara penerima memberikan perlindungan khusus/ istimewa kepada gedung perwakilan dan tempat kediaman perwakilan diplomatik. Prinsip-prinsip yang terkait diantaranya:

1. Inviolability of the Diplomatic Mission (Sancti Habentur Legati)
Untuk dapat melakukan tugasnya dengan maksimal, perwakilan diplomatik haruslah memperoleh kekebalan dan perlindungan dari negara penerima. Kekebalan meliputi
a. kekebalan terhadap perwakilan diplomatik itu sendiri
- rationae persona
pemberian kekebalan terhadap pejabat diplomatik,, termasuk keluarga pejabat diplomatik, staff administrasi dan staff teknik perwakilan diplomatik, staff pelayanan perwakilan diplomatik (yang bukan warga negara dari atau menetap di negara penerima) dan pembantu rumah tangga (yang bukan warga negara dari atau menetap di negara penerima).
- Rationae material
Perlindungan terhadap barang-barang milik perwakilan diplomatik, termasuk komunikasi.
- Rationae temporis
pengaturan mengenai waktu pemberian kekebalan(selama memangku jabatan).
- Rationae Loci
Kekebalan di negara ketiga atau negara transit.

b. kekebalan terhadap yuridiksi hukum
Perwakilan diplomatik kebal terhadap yuridiksi kriminal dan civil. Ia tidak dapat ditangkap, dituntut, atau diadili atas perkara kejahatan di negara penerima, namun tetap wajib menghormati hukum setempat. Tuntuan sipil dalam bentuk apapun juga tidak dapat dilakukan terhadap perwakilan diplomatik, kecuali:
- tindakan nyata yang berhubungan dengan barang tidak bergerak milik pribadi di negara penerima (buka keperluan dinas)
- yang berhubungan dengan pewarisan dimana wakil diplomatik bertindak sebagai executor, administrator, ahli waris, atau legataris.
- Berhubungan dengan kegiatan profesional dan perdagangan komersial di negara penerima di luar fungsi resmi

2. Ex Gratia
Negara penerima memberikan kompensasi atas segala kerusakan yang terjadi akibat kegagalan pemerintah negara penerima untuk melindungi gangguan terhadap perwakilan asing di suatu negara. Kompensasi dierikan bukan hanya atas gangguan langsung, tapi juga atas gangguan lain atau tidak disengaja.
Perlindungan dari negara penerima yang diberikan tidak hanya dilakukan dalam gedung perwakilan (interna rationae), tetapi juga di luar nya ataupun di lingkungan sekitarnya (externa rationae).

1) Perlindungan di Lingkungan Gedung Perwakilan Asing (Interna Rationae)
Kantor perwakilan tidak dapat dimasuki oleh siapapun termasuk badan-badan atau alat-alat kekuasaan negara penerima, kecuali dengan persetujuan kepala perwakilan.
Negara penerima dibebankan kewajiban khusus untuk mengambil tindakan atau langkah yang dianggap perlu untuk melindungi tempat kediaman dan tempat kerja perwakilan itu terhadap setiap perbuatan tidak sah ke dalam gedung tersebut atau perbuatan pengrusakan dan melindungi dari perbuatan pengacauan terhadap ketentraman dari perwakilan asing atau dari perbuatan yang dapat merugikan kehormatan negara pengirim. Begitu pula dengan gedung perwakilan beserta segala perabotan dan harta benda yang ada di gedung perwakilan, barang-barang transportasi kedutaan juga kebal terhadap pemeriksaan atau penggeledahan, penyitaan dan eksekusi.
Negara penerima harus membebaskan negara pengirim dan kepala perwakilan asing semua pajak atau iuran, baik pajak nasional, regional atau pajak daerah, dan segala kewajiban yang berhubungan dengan gedung perwakilan dan tempat kediaman, baik yang dimiliki maupun disewakan oleh mereka yang bukan merupakan (atau lain dari) pembayaran untuk jasa-jasa tertentu yang telah diberikan.
Menurut Pasal 41 Konvensi Wina 1961, kantor perwakilan tidak dapat digunakan untuk tindakan-tindakan yang bertentangan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi perwakilan. Atas dasar itu, negara pengirim tidak boleh menggunakan gedung perwakilan untuk menyekap seseorang yang berwarganegara pengirim atau menculik orang itu yang sedang berada di wilayah negara penerima dan menahannya dalam gedung perwakilan dengan maksud memulangkan orang itu ke negara asal dengan paksa.
Kantor perwakilan asing tidak boleh digunakan sebagai tempat untuk memberikan perlindungan kepada orang-orang yang melakukan perbuatan kriminal. Demikianlah bahwa perwakilan diplomatik diharapkan untuk menghormati dan memperhatikan undang-undang dan peraturan negara penerima. Jadi apabila salah seorang yang diinginkan penguasa negara penerima karena telah melakukan tindakan kriminal berlindung di dalam kantor perwakilan asing tersebut, maka pejabat diplomatik harus mengizinkan polisi atau badan yang berwenang setempat untuk menangkap orang tersebut. Perlu dicatat, bahwa hanya dengan izin kepala perwakilan seorang polisi atau pejabat setempat dapat menangkap seorang penjahat yang melarikan diri ke dalam kantor perwakilan asing.
Sebaliknya, apabila wakil diplomatik atau kepala perwakilan asing menyembunyikan penjahat kriminal di dalam kantor perwakilan atau tempat kediaman, maka pemerintah setempat dibenarkan mengambil tindakan untuk memaksa penyerahan penjahat tersebut dengan masuk kantor perwakilan atau tempat kediaman diplomatik. Namun, tindakan kekerasan dapat dibenarkan hanya dalam keadaan mendesak, yaitu setelah kepala perwakilan diplomatik tersebut menolak menyerahkan penjahat tersebut. Apabila kejahatan dilakukan dalam kantor perwakilan atau tempat kediaman diplomatik, maka penjahat tersebut harus diserahkan pada badan pemerintahan setempat yang berwenang.
Pejabat diplomatik dapat mengadakan komunikasi dengan bebas guna kepentingan tujuan-tujuan resmi (official purpose) dari perwakilan asing tersebut tanpa mendapat halangan eberupa tindakan pemeriksaan atau tindakan penggeledahan yang dilakukan oleh negara lainnya
Pejabat diplomatik dapat berhubungan bebas dalam surat menyurat, mengirim telegram, dan berbagai bentuk hubungan komunikasi lain. Perhubungan bebas dapat berlangsung antara pejabat diplomatik dengan pemerintahnya sendiri atau pemerintah negara penerima maupun dengan perwakilan diplomatik asing lainnya. Kekebalan tidak terbatas pada pejabat diplomatik itu sendiri, tetapi juga meliputi kurir diplomatik, diplomatik bags, dan alat-alat perlengkapan seperlunya yang dipergunakan.
Kebebasan korespondensi yang dimaksud harus dijalankan dalam hubungan resmi yang terkait dengan misi, tugas, dan fungsi perwakilan diplomatik. Namun dalam praktek, sulit membedakan korespondensi resmi dengan pribadi.
Mengenai hal memasang alat-alat radio untuk komunikasi, diatur dalam Pasal 27 ayat 1 Konvensi Wina 1961. Perwakilan diplomatik asing diperbolehkan memasang dan mempergunakan alat-alat radio “wireless transmitter” hanya dengan persetujuan negara penerima.

a) Diplomatic Bags
Diplomatic bags dari suatu perwakilan diplomatik negara asing tidak dapat dibuka dan ditahan, baik oleh negara penerima maupun negara ketiga. Dengan syarat:
- Mempunyai tanda-tanda luar yang terlihat (visible external marks) dan menunjukkan sifat dari bungkusan tersebut sebagai diplomatic bags
- Berisi barang-barang atau dokumen diplomatik untuk keperluan resmi
Diplomatic bags dapat dikirim melalui pesawat udara komersial yang sudah mendapat izin untuk mendarat pada suatu authorized port of entry dengan dikuasakan terhadap sang kapten. Pesawat tersebut diperlengkapi dokumen dinas yang menunjukkan nomor atau jumlah bungkusan yang merupakan diplomatic bags.
Kapten pesawat itu bukan merupakan kurir diplomatik, tetapi Diplomatic bags yag dibawanya akan dilindungi oleh hukum internasional sehingga tidak dapat ditahan dan digeledah atau dibuka.

b) Diplomatic Courier
Diplomatic courier yang dilengkapi official document yang menunjukkan status dan jumlah/ nomor bungkusan yang merupakan diplomatic bags dilindungi oleh negara penerima dalam melakukan tugas perwakilan. Ia menikmati personal inviolability dan tidak dapat dikenakan tindakan penangkapan/ penahanan atau tindakan pengurungan apapun.
Diplomatic courier yang membawa official dispatches kepada dan dari kedutaan dibebaskan dari yuridiksi setempat, bahkan bila ia berada di negara ketiga yang mungkin harus dilewati saat melaksanakan tugas. Ia harus membawa official pasport dan menjelaskan statusnya dengan jelas.
Konvensi Wina 1961 juga mengatur mengenai diplomatic courier ad hoc. Dalam hal menjalankan tugas, jika tugas mengantarkan diplomatic bags selesai, maka kekebalan yang dinikmati akan hilang.

2) Perlindungan di Luar Lingkungan Gedung Perwakilan (Externa Rationae)
Hal ini menyangkut situasi di luar gedung perwakilan asing, misalnya perbaikan jalan, pembangunan di sekitar gedung (pembuatan kereta api bawah tanah), unjuk rasa atau demonstrasi, dan kegiatan lain seperti pemasangan plakat serta mempertontonkan spanduk di luar gedung, yang dapat menjadi gangguan dalam menjalankan misi atau menurunkan harkat dan martabat perwakilan asing.
Pemerintah negara penerima harus mengambil langkah seperlunya guna mencegah adanya gangguan atau kerusuhan, termasuk gangguan terhadap ketenangan atau yang dapat menurunkan harkat dan martabat perwakilan asing.

B. Kasus Pengeboman Kedutaan Australia di Indonesia Tahun 2004
1. Kronologi
Pada 9 September 2004 terjadi ledakan bom yang ditujukan ke Kedutaan Australia di Kuningan, Jakarta, sekitar pukul 10.30 WIB. Bom diletakkan di dalam mobil Daihatsu yang sengaja di parkir di depan gedung kedutaan Australia. Bom menewaskan 9 orang termasuk pembom bunuh diri , dan melukai lebih dari 150 orang lainnya. Akibat ledakan, sebelah kiri dan kanan gedung kedutaan Australia hancur. Begitu pula didapati beberapa mobil yang hancur akibat ledakan. Sejumlah bangunan kantor di sekitar kedutaan juga rusak akibat ledakan, selain itu juga banyakpekerja yang terluka akibat pecahan kaca. Menurut investigasi, pelaku adalah Noordin M. TOP yang merupakan bagian dari Jemaah Islamiyah. Ini adalah serangan besar terakhir ketiga yang melibatkan warga Australia atau menargetkan pada Australia di Indonesia, setelah bom Bali tahun 2002 , dan tahun 2003 pemboman hotel JW Marriott.

2. Analisa
Seperti yang diketahui sebelumnya, gedung perwakilan asing tidak dapat diganggu gugat, bahkan para petugas maupun alat negara setempat tidak dapat memasukinya tanpa izin kepala perwakilan. dalam kasus ini, perwakilan diplomatik (Australia) mendapat gangguan langsung yang pelakunya berasal dari negara penerima (Indonesia). Atas gangguan yang menyebabkan kerugian ini, pemerintah Indonesia berkewajiban memberikan kompensasi/ ganti rugi serta memperbaiki segala kerusakan yang timbul. Ini dilakukan atas dasar prinsip ex gratia, dimana negara penerima memberikan kompensasi atas segala kerusakan yang terjadi akibat kegagalan pemerintah negara penerima untuk melindungi gangguan terhadap perwakilan asing di suatu negara. Kompensasi dierikan bukan hanya atas gangguan langsung, tapi juga atas gangguan lain atau tidak disengaja.
Pada dasarnya, pemerintah negara penerima harus memberikan perlindungan sebesar-besarnya terhadap perwakilan diplomatik negara pengirim agar dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal.


Daftar Pustaka

Suryokusumo, Sumaryo. 1995. Hukum Diplomatik Teori dan Kasus. Bandung: Alumni.

Mauna, Boer. 2001. Hukum Internasional. Bandung: Alumni.

Widagdo, Setyo & Hanif Nur Widhiyanti. 2008. Hukum Diplomatik dan Konsuler. Malang: Bayumedia Publishing.

Kronisilicus, Tyo. 2010. Keistimewaan Dan Kekebalan Diplomatik Menurut Hukum Internasional (Tinjauan Yuridis Konvensi Wina 1961). http://tyokro nisilicus.wordpress.com/2010/04/17/keistimewaan-dan-kekebalan-diplsomatik-me nurut-hukum-internasional-tinjauan-yuridis-konvensi-wina-1961. Diakses tanggal 29 April 2011.

Arwan. 2011. Analisa Kasus Kekebalan Diplomatik. http://arwanblack74. blogspot.com/2011/03/analisis-kasus-kekebalan-diplomatik.html. Diakses tanggal 29 April 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar