me. my self. I.

Silence is the true friend that never betrays

Senin, 23 Mei 2011

MEMBOBOL RAHASIA BANK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara. Bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia. Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter dari negara yang bersangkutan, bank tersebut menjadi "milik" masyarakat. Oleh karena itu eksistensinya bukan saja hanya harus dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri dan pengurusnya, tetapi juga oleh masyarakat nasional dan global. Kepentingan masyarakat untuk menjaga eksistensi suatu bank menjadi sangat penting, lebih-lebih bila diingat bahwa ambruknya suatu bank akan mempunyai akibat rantai atau domino effect, yaitu menular kepada bank-bank yang lain, yang pada gilirannya tidak mustahil dapat sangat mengganggu fungsi sistem keuangan dan sistem pembayaran dari negara yang bersangkutan. Hal ini adalah seperti yang pernah terjadi di tahun 1929-1933 ketika kurang lebih 9000 bank di Amerika Serikat, atau kurang lebih setengah dari jumlah bank yang ada pada waktu itu gulung tikar.
Bank adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana simpanan mereka pada bank. Oleh karena itu bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan dananya, terpelihara dengan baik dalam tingkat yang tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran, yang masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari sistem-sistem tersebut, sedangkan kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, maka terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak.
Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank. Faktor-faktor tersebut adalah:
- Integritas pengurus
- Pengetahuan dan Kemampuan pengurus baik berupa pengetahuan kemampuan manajerial maupun pengetahuan dan kemampuan teknis perbankan
- Kesehatan bank yang bersangkutan
- Kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.
Sebagaimana dikemukakan di atas, salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Maksudnya adalah menyangkut "dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya pada bank tersebut untuk tidak mengungkapkan simpanan nasabah identitas nasabah tersebut kepada pihak lain".
Rahasia bank akan dapat lebih dipegang teguh oleh bank apabila ditetapkan bukan sekedar hanya sebagai kewajiban kontraktual di antara bank dan nasabah, tetapi ditetapkan sebagai kewajiban pidana. Bila hanya ditetapkan sebagai kewajiban kontraktual belaka, maka kewajiban bank itu menjadi kurang kokoh karena kewajiban kontraktual secara mudah dapat disimpangi.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perbankan. Selain itu juga untuk memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai rahasia bank dan seluk-beluknya.

C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan dasar hukum rahasia bank?
2. Bagaimana sejarah perkembangan rahasia bank?
3. Teori apa yang menjadi dasar pelaksanaan rahasia bank?
4. Apa saja ruang lingkup rahasia bank?
5. Apa saja pengecualian pelaksanaan rahasia bank?
6. Siapa saja pihak-pihk yang terlibat dalam rahasia bank?
7. Sanksi apa yang diberikan terhadap pelanggaran rahasia bank?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum
Dasar hukum dari ketentuan rahasia bank di Indonesia mula-mula ialah Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tetapi kemudian telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.
Pengertian rahasia bank oleh Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 diberikan oleh Pasal 1 angka 16 yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.
Pengertian ini telah diubah dengan pengertian yang baru oleh Undang-Undang
No. 10 Tahun 1998. Oleh Undang-Undang itu rumusan yang baru diberikan dalam Pasal 1 angka 28 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah.
Ketentuan mengenai rahasia bank terdapat dalam:
- Ketentuan Rahasia Bank dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan diatur dlm Pasal 40 s.d Pasal 45.
- Menurut UU No. 10 tahun 1998, ketentuan rahasia bank mengalami perubahan dan penambahan. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya kecuali dlm hal sebagaimana dimaksud dlm Pasal 41, 41A,42, 43, 44 dan 44A.
- Peraturan Bank Indonesia Nomor: 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

B. Sejarah
Konsep rahasia bank bermula timbul dari tujuan untuk melindungi nasabah bank yang bersangkutan. Hal ini nyata terlihat ketika Court of Appeal Inggris secara bulat memutuskan pendiriannya dalam kasus Tournier v. National Provincial and Union Bank of England tahun 1924, suatu putusan pengadilan yang kemudian menjadi leading case law yang menyangkut ketentuan rahasia bank di Inggris dan kemudian diacu oleh pengadilan- pengadilan negara-negara lain yang menganut common law system. Bahkan 60 tahun sebelum putusan Tournier tersebut, yaitu dalam perkara Foster v. The Bank of London tahun 1862, juri telah berpendapat bahwa terdapat kewajiban bagi bank untuk tidak boleh mengungkapkan keadaan keuangan nasabah bank yang bersangkutan kepada pihak lain. Namun pada waktu itu pendirian tersebut belum memperoleh afirmasi dari putusan-putusan pengadilan berikutnya.
Timbulnya pemikiran untuk perlunya merahasiakan keadaan keuangan nasabah bank sehingga melahirkan ketentuan hukum mengenai kewajiban rahasia bank, adalah semula bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah secara individual. Ketentuan rahasia bank di Swiss, yaitu suatu negara yang dikenal mempunyai ketentuan rahasia bank yang dahulunya paling ketat di dunia, adalah juga semula bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah bank secara individual. Pada waktu itu ketentuan rahasia bank bersifat mutlak; artinya tidak dapat dikecualikan karena alasan apapun juga.
Ketentuan rahasia bank di Swiss lahir mula-mula sehubungan dengan kedudukan Swiss sebagai negara yang netral secara tradisional. Alasan pertama, dalam abad ke-17, ribuan kaum Huguenots dari Perancis melarikan diri ke Swiss oleh karena mereka dikejar-kejar atau dilakukan penyiksaan-penyiksaan terhadap mereka sehubungan dengan agama yang mereka anut. Diantara mereka itu kemudian ada yang menjadi bankir, dan menginginkan agar supaya kerahasiaan dari nasabah-nasabah mereka untuk urusan-urusan keuangannya di negara asalnya dirahasiakan. Alasan kedua adalah sehubungan dengan dikejar-kejarnya orang-orang Yahudi di waktu regime Nazi berkuasa di Jerman di tahun 1930-an dan 1940-an.



C. Teori Kerahasiaan Bank
Bank sebagai lembaga keuangan yang dipercaya oleh masyarakat dihadapkan pada 2 kewajiban yang saling bertentangan dan sering kali tidak dapat dirundingkan. Di satu pihak bank wajib untuk tetap merahasiakan keadaan dan catatan keuangan nasabahnya yang disebut dengan teori rahasia mutlak (absolut theory). Kewajiban ini timbul erat kaitannya dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat atau para nasabahnya kepada bank selaku lembaga pengelola keuangan atau sumber dana masyarakat. Kewajiban menjaga rahasia ini timbul atas dasar kepercayaan.
Di sisi lain bank juga wajib mengungkapkan keadaan dan catatan keuangan nasabahnya dalam keadaan-keadaan tertentu yang disebut teori rahasia nisbi/ relatif (relative theory), dimana bank diperbolehkan membuka rahasia nasabahnya bila untuk kepentingan mendesak dan pengecualian sesuai undang-undang.

D. Ruang Lingkup
Ketentuan rahasia bank menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 berlaku bukan saja menyangkut keadaan keuangan dari nasabah penyimpan dana (pasiva bank), tetapi berlaku pula bagi kredit yang diperoleh oleh nasabah debitur dari bank tersebut (aktiva bank). Rahasia bank juga berlaku bagi nasabah debitur atau kredit bank (aktiva) maupun nasabah yang menggunakan jasa bank lain, seperti misalnya kiriman uang, pembukaan L/C, jaminan bank, dan lain-lain.
Pasal 40 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, secara eksplisit disebutkan bahwa lingkup rahasia bank adalah menyangkut bukan saja simpanan nasabah tetapi juga (identitas) Nasabah Penyimpan yang memiliki simpanan itu. Bahkan dalam rumusan Pasal 40 itu, “Nasabah Penyimpan” disebut lebih dahulu daripada “Simpanannya”. Nampaknya dalam pikiran pembuat Undang-Undang, justru identitas Nasabah Penyimpannya lebih penting daripada Simpanannya. Atau mungkin pula dalam pikiran pembuat Undang-Undang, “Nasabah Penyimpan” sengaja disebut lebih dahulu daripada “Simpanannya”, untuk menekankan bahwa merahasiakan identitas Nasabah Penyimpannya sama pentingnya dengan merahasiakan Simpanannya.
Di dalam praktek perbankan atau praktek bisnis, sangat lazim seorang nasabah berpindah-pindah atau berganti-ganti bank, seperti juga adalah lazim seorang nasabah mempunyai simpanan pada beberapa bank. Timbul pertanyaan, apakah bank masih terikat terhadap kewajiban rahasia bank setelah nasabahnya tidak lagi menjadi nasabah bank yang bersangkutan? Hal ini ternyata tidak diatur atau ditentukan oleh undang-undang, baik oleh undang-undang no.7/1992 maupun undang-undang no.10/1998.
Mengingat tujuan dari diadakannya ketentuan mengenai kewajiban rahasia bank, sebaiknya undang-undang perbankan Indonesia menentukan kewajiban rahasia bank tetap diberlakukan sekalipun nasabah yang bersangkutan telah tidak lagi menjadi nasabah bank yang bersangkutan.

E. Pihak-pihak
Menurut Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang berkewajiban memegang teguh rahasia bank ialah:
- Anggota Dewan Komisaris Bank
- Anggota Direksi Bank
- Pegawai Bank
- Pihak terafiliasi lainnya dari bank.
Menurut penjelasan pasal 47 ayat (2) yang dimaksudkan “pegawai bank” adalah “semua pejabat dan karyawan bank”. Lingkup sasaran tindak pidana rahasia bank menurut pasal tersebut terlalu luas, karena berarti rahasia bank berlaku bagi siapa saja yang menjadi pegawai bank, sekalipun pegawai bank tersebut tidak mempunyai akses atau tak mempunyai hubungan sama sekali dengan nasabah penyimpan dan simpanannya, seperti: pramubakti, satpam, pengemudi, pegawai di unit yang mengurusi kendaraan dan masih banyak lagi.
Seorang pegawai bank, ada kemungkinan tak selamanya menjadi pegawai bank tersebut, bisa karena telah tiba masa pensiun, keluar dan menjadi pegawai di perusahaan lain, meninggal dan sebagainya. Pada krisis moneter, banyak pegawai bank yang terkena PHK karena bank nya terkena likuidasi.
Pertanyaan yang muncul, apakah mantan pegawai bank masih tetap terkena oleh kewajiban memegang teguh rahasia bank yang menjadi kewajibannya sewaktu yang bersangkutan masih menjadi pegawai aktif di bank yang bersangkutan? Ternyata Undang-undang no.7/1992 maupun Undang-undang no.10/1998 tak mengaturnya. Beberapa negara menentukan bahwa mantan pengurus dan pegawai bank terikat oleh kewajiban rahasia bank. Ada yang menentukan keterikatannya itu berakhir setelah beberapa tahun sejak saat yang bersangkutan berhenti sebagai pengurus atau pegawai bank, ada pula yang menentukan kewajiban tersebut melekat terus sampai seumur hidup.
Menurut Pasal 1 ayat (22) tersebut yang dimaksudkan dengan “pihak terafiliasi” ialah:
1. anggota dewan komisaris, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat, atau karyawan Bank;
2. anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, Pejabat atau karyawan Bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. pihak yang memberikan jasanya kepada Bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya;
4. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.

F. Pengecualian
- Untuk kepentingan perpajakan dapat diberikan pengecualian kepada pejabat pajak berdasarkan perintah Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan (Pasal 41).
- Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara dapat diberikan pengecualian kepada pejabat Badan Urusan Piutang Dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara atas izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 41A).
- Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana dapat diberikan pengecualian kepada polisi, jaksa atau hakim atas izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 42).
- Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 43).
- Dalam rangka tukar-menukar informasi di antara bank kepada bank lain dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 44). Termasuk di dalam pengertian tukar menukar informasi antar bank itu adalah dalam penggunaan ATM bersama.
- Atas persetujuan, permintaan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan secara tertulis dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 44A ayat (1)).
- Ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia (Pasal 44A ayat (2)).

G. Sanksi
1. Sanksi Pidana
a) Di dalam pembukaan rahasia bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, tanpa membawa perintah atau izin tertulis dari pimpinan Bank Indonesia, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan, diancam dengan pidana sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah).
b) Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja membuka rahasia bank di mana tidak melalui prosedur yang telah diuraikan di atas, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,- (delapan miliar rupiah).
c) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau membuka rahasia bank di mana telah ditempuh prosedur sebagaimana telah diuraikan di atas, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah).
2. Sanksi Administratif
Bahwa selain ketiga sanksi pidana tersebut di atas, untuk tiap sanksi pidana, pihak pimpinan Bank Indonesia selain dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan, Bank Indonesia dapat menetapkan atau menambah sanksi administratif sebagai berikut:
- Denda uang;
- Teguran tertulis;
- Penurunan tingkat kesehatan bank;
- Larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
- Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan;
- Pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai rapat umum pemegang saham atau rapat anggota koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia;
- Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang perbankan;
- Bahwa pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan oleh Bank Indonesia.




BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Ketentuan rahasia bank berlaku bukan saja menyangkut keadaan keuangan dari nasabah penyimpan dana (pasiva bank), tetapi berlaku pula bagi kredit yang diperoleh oleh nasabah debitur dari bank tersebut (aktiva bank). Lingkup rahasia bank adalah menyangkut bukan saja simpanan nasabah tetapi juga (identitas) Nasabah Penyimpan yang memiliki simpanan itu.
Rahasia bank di Indonesia bersifat nisbi atau relatif. Dengan demikian, pemberian data, informasi yg menyangkut kerahasiaan bank kepada pihak lain dimungkinkan. Adapun mengenai kemungkinan pembukaan kerahasiaan bank dapat dilakukan, apabila adanya suatu kepentingan umum. Kepentingan umum pembukaan rahasia bank, berupa Perpajakan, Penyelesaian Piutang yg ditangani oleh BUPLN/PUPN (Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Panitia Urusan Piutang Negara, Peradilan baik untuk perkara pidana maupun perdata, maupun Kepentingan kelancaran dan keamanan kegiatan usaha bank, termasuk di dalamnya permintaan pembukaan rahasia berdasarkan kuasa dari nasabah penyimpan itu sendiri atau permintaan ahli warisnya.

B. Saran
Sebaiknya pengaturan mengenai pembukaan rahasia bank lebih diatur secara mendetai. Selain itu, sebaiknya pengaturan mengenai pembukaan rahasia bank tidak saling bertentangan antara beberapa produk perundang-undangan yang berlaku.






DAFTAR PUSTAKA


Republik Indonesia, Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 yang diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor: 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank.

Kasmir. 2002. Dasar-dasar Pebankan. Jakarta: PT Rajawali Grafindo Persada.

Hermansyah. 2005. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana.

Wiwoho, Jamal. 2011. Hukum Perbankan Indonesia. Surakarta: UNS Press.

Wahyuni, Anggun. 2010. Kesehatan dan Rahasia Bank. http://anggunwahyuni. blogspot.com/2010/kesehatan-dan-rahasia-bank.htm. diakses tanggal 14 Mei 2011.

Anonim. 2010. http://kuliahade.wordpress.com/2010/06/27/hukum-perbankan-rahasia-bank/. Diakses tanggal 14 Mei 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar